Selasa, 31 Mei 2022

Catatan Buku Value Investing Bab V

 Cara Cepat Mempelajari Laporan Keuangan Perusahaan, Sekaligus Menyeleksi Saham Secara Fundamental


  • sudah paham cara menentukan harga wajar saham, lebih ke murah / lebih ke mahal.
  • selanjutnya menilai kualitas fundamental
  • lebih mudah menyeleksi berdasarkan fundamental terlebih dahulu, baru diseleksi berdasarkan valuasinya, lalu manajemennya
Seleksi Awal Saham
  • Download laporan keuangan
  • Idx, publikasi, statistik, quarterly, download dalam bentuk pdf
  • Lihat 50 most active stock in trading value, saham blue chip
  • mulai proses screening
  • ingat data ini berubah setidaknya setiap 3 bulan
Poin-Poin yang Harus Diperhatikan pada Laporan Keuangan
  • Apa syarat perusahaan dikatakan bagus ? 
  • Pertama, perusahaan bertumbuh. Sebagai investor kita invest pada perusahaan yang nilainya naik dari waktu ke waktu, sehingga harga saham juga akan naik dengan sendirinya. Dilihat dari nilai modal/ ekuitas/aset bersih yang naik dari periode sebelumnya, semakin besar kenaikannya semakin baik.
  • Kedua, perusahaan harus menguntungkan. Mampu menghasilkan laba. Dilihat dari nilai laba bersih yang besar dibanding dengan nilai ekuitas perusahaan. ROE, semakin besar ROE semakin baik
  • Ketiga, perusahaan memiliki hutang yang jumlahnya wajar, lebih sedikit lebih baik.
Contoh Analisis Laporan Keuangan
  • Lihat total ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk
  • Lihat laba bersih, bukan laba komprehensif
  • ROE, bisa dikatakan bagus 15-20%
  • Lihat hutangnya, pada perusahaan perbankan, lihat laporan keuangan versi full, lihat rasio keuangan, CAR idealnya 15%, kurang dari 15% berarti perusahaan memiliki utang terlalu banyak
  • Saham non perbankan kita lihat DER, DER sebaiknya 1 kali atau kurang, 
  • Pengecualian untuk perusahaan-perusahaan konstruksi wajar DER lebih dari 1 kali
  • Kriteris-kriteria ini bisa longgar, karena jika hanya melihat saham-saham fundamental yang sangat bagus, maka pilihannya menjadi sangat sedikit dan biasanya valuasinya juga sudah mahal
Dalam value investing, kita tidak perlu membeli saham dari perusahaan dengan fundamental (dan manajemen) yang sangat baik.
Yang penting, harga jual dari saham tersebut setimpal atau lebih rendah dibanding kinerja keuangan/kualitas fundamental perusahaannya. Tapi juga tidak mentoleransi saham dengan fundamental yang jelek. 
Jadi jika ada saham yang tidak memenuhi tiga kriteria diatas, yasudah jangan dibeli.

Analisis Laporan Keuangan Secara Cepat
  • saham yang sama sekali tidak memenuhi 3 kriteria tidak perlu dianalisa lebih lanjut
Analisis Lebih Lanjut
  • ROE besar, periksa komposisi laba rugi, apakah benar laba berasal dari operasional perusahaan, atau penjualan aset ?
  • apakah kenaikan laba bersih selaras dengan kenaikan pendapatannya ?
  • jika ekuitas perusahaan bertumbuh, apakah pertumbuhan tersebut berasal dari peningkatan saldo laba atau karena adanya tambahan modal disetor ?
  • jika perusahaan memiliki utang besar, apakah utang tersebut mayoritas utang bank/obligasi yang memiliki beban bunga, atau utang usaha?
  • baca juga laporan tahunan, materi public expose, jika ada prospektus perusahaan, yang terpenting catatan ringkasan kinerja perusahaan secara historis dalam waktu lima tahun terakhir
  • jika sudah menemukan perusahaan dengan fundamental bagus, cek valuasinya, jika valuasinya juga bagus, beli
Memasukkan Saham-Saham yang Sangat Bagus (Kinerja konsisten, ROE Besar, dst) ke Dalam Watchlist
  • Dua jenis saham bagus, yaitu yang kinerjanya baik baru-baru ini saja, dan yang baik sejak sebelum-sebelumnya (ini fundamentalnya lebih bagus)
  • meskipun pada waktu tertentu kita belum bisa membeli saham-saham yang sangat bagus ini, harus tetap dimasukkan dalam watchlist untuk nanti dibeli ketika harganya sudah cukup murah (biasanya saat IHSG terkoreksi, perusahaan mengalami sedikit penurunan kinerja, perusahaan terkena sentimen negatif)
  • ketika saham-saham blue chip turun, itulah kesempatan !
  • tidak perlu membeli saham pada harga yang sangat murah, yang penting tidak terlalu mahal
Pilih Blue chip, atau Second Liner ?
  1. Saham yang sangat bagus mewakili perusahaan besar dan terkenal, laporan keuangan terakhirnya bagus, kinerja lima tahun terakhir bagus, valuasi cukup murah/ tidak bisa dikatakan mahal
  2. saham yang fundamentalnya cukup bagus tapi tidak istimewa, perusahaan tidak terlalu besar, valuasi saham sangat murah, PBV kurang dari 1 kali
  • disarankan memilih tipe pertama, saham tipe pertama meskipun ada penurunan, akan naik kembali, risiko investasinya sangat rendah. Never lose money !
  • saham-saham tipe dua, ketika turun, penurunannya bisa terus turun bahkan bangkrut
  • tapi tipe dua juga bisa berpotensi memberikan keuntungan yang sangat besar
  • jadi portofolio perlu dibagi untuk meminimalkan risiko dan meningkatkan keuntungan



Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan6)

 Memasukkan Saham yang Sangat Murah (PBV kurang dari 1 kali) ke dalam Watchlist

Ketika ada perusahaan yang valuasinya rendah, maka terkadang bukan karena perusahaannya jelek, tetapi sedang jelek, sebelumnya pernah memiliki kinerja bagus. Suatu saat ketika perusahaan mencatatkan kinerja yang baik kembali, sahamnya juga akan serta merta naik, bahkan sangat signifikan.

Bagi perusahaan yang sejak dulu tidak pernah mencatatkan kinerja bagus sekalipun, bisa sewaktu-waktu mencatatkan kinerja bagus, jika valuasi sahamnya sejak awal sudah sangat murah, sahamnya bisa melompat dengan cepat setelah LK (dengan kinerja bagus) dirilis. Pada momen seperti inilah investor meraup keuntungan yang sangat besar.

Dalam hal ini masukkan dalam watchlist, daftar yang berisi saham yang akan diperhatikan meskipun belum tentu akan dibeli. Cek kinerjanya di setiap kuartal, ketika kinerja mulai membaik, eksekusi.

Pada perusahaan "turn over" ketika kinerjanya  memburuk kembali, jika nilai investasi tidak terlalu besar, tidak sampai triliunan, maka akan lebih mudah untuk menjual kembali dan masih untung.

Jika kita investor besar, mewakili perusahaan, lebih baik fokus pada saham-saham yang memiliki future value. Namun jika kita investor ritel, kita bisa memiliki watch list berisi saham murah, meski tidak dibeli, rutin diperiksa tiga bulan sekali (setiap LK nya keluar), ketika kinerjanya membaik dibeli, tunggu sampai naik dengan sendirinya.


Bagaimana dengan Indikator Valuasi yang Lain ?

Price to Earning Ratio (PER)

?

Rasio harga saham terhadap EPS perusahaan dalam satu tahun.

EPS adalah singkatan dari earning per share, laba bersih per lembar saham, laba bersih perusahaan dibagi jumlah saham yang beredar.

contoh :

Perusahaan A

laba bersih = 1.5 triliun

jumlah saham beredar = 5 miliar lembar

EPS = 1.5 triliun dibagi 5 miliar = 300 per saham

posisi harga saham A di pasar = 3000

PER = 3000 dibagi 300 = 10 kali

jika harga saham A naik menjadi 3500

EPS tetap 300

PER = 3500 dibagi 300 = 11.7 kali

jika saham A turun 2500

PER = 2500 dibagi 300 = 8.3 kali

Jadi dapat disimpulkan semakin kecil PER, semakin murah sahamnya

biasanya EPS sudah adda di LK, pilih EPS dilusi (dihitung berdasarkan jumlah saham terbaru).

Setiap kali perusahaan menerbitkan LK terbaru, EPS yang dijadikan dasar perhitungan juga harus diperbarui.

Jika LK yang terbaru bukan LK tahunan (kuartal 4) maka EPS nya harus disetahunkan dulu:

1. kuartal 1, EPS dikali 4

2. kuartal 2, EPS dikali 2

3. kuartal 3, EPS dikali 4/3

Penulis lebih suka melihat dari PBV karena lebih konsisten, dihitung dari nilai ekuitas

PER dihitung dari laba bersih dalam tahun tertentu, laba bisa naik turun secara signifikan setiap tahunnya.

PER hanya cocok untuk saham-saham blue chip, perolehan laba stabil.


Patokan PER:

1. Kalau PER diatas 14 kali, apapun alasannya jangan beli

2. PER kurang dari 10 kali, boleh beli

3. PER kurang dari 7 kali, saham Grade A, pokoknya beli !


Pada saat IHSG bullish, sulit menemukan saham blue chip dengan PER dibawah 14 kali, 

IHSG bearish, saham blue chip biasanya PER 7 kali atau bahkan lebih rendah, pada saat inilah para value investor bergerilya belanja saham.

Tetapi saham dengan fundamental buruk, meskipun PER kurang dari 5 kali, jangan dibeli.


Masih banyak indikator lain, tapi penulis lebih cenderung pada PBV dan jika perlu PER. Sebagaimana Warren Buffet.

Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan5) Contoh Valuasi Saham Non Blue Chip

 Contoh Valuasi Saham Non Blue Chip

MTDL

fundamental bagus

ROE kuartal 1 2014, 18.8%

tidak terkenal, tidak likuid

artinya PBV wajar 1.9 kali, tidak boleh lebih

jika MTDL saat ini di harga 600 per saham, mencerminkan PBV 2 kali, sudah agak mahal, itulah sebabnya dua tahun sebelumnya harganya naik banyak dari harga 200-am (karena kinerjanya membaik, ROE nya meningkat), pada level harag 600 sudah sulit untuk naik lagi. 


MTDL bisa naik lebih lanjut jika LK berikutnya ekuitasnya naik , PBV turun, atau jika ROE naik lebih tinggi dari 18.8%. Jika yang terjadi sebaliknya, maka sahamnya akan turun.


Bagaimana Jika Saham yang Diincar Tidak Memiliki Future Value ?

ASII dan MTL adalah saham yang tidak bisa dibeli pada harga lebih rendah dari present value/PBV kurang dari 1 kali, karena sahamnya memiliki future value.

Bagi perusahaan mapan, track record bagus, ROE rata-rata diatas 20%, punya nama besar, PBV wajarnya 2.0-2.5 kali. Bahkan jika sahamnya sangat likuid maka PBV wajarnya menjadi 2.5-3.0 kali. Jadi kita harus mengupayakan mebelinya pada harga yang mencerminkan kisaran PBV tersebut/ lebih rendah.


Bagaimana dengan saham yang tidak memiliki future value ?

harus dibeli pada harga dibawah present value, PBV kurang dari 1 kali, jangan sampai diatas 1.5 kali, tapi ingat "lebih baik membeli saham bagus yang dijual di harga sewajarnya daripada saham jelek yang dijual dengan harga yang sangat murah"

ketika saham jelek dijual pada harga murah, mungkin karena dia memang murahan.

Jadi ketika kita menemukan saham yang tidak menawarkan future value, fundamental jelek, laba minus/rugi, terlepas harganya sangat murah, lebih baik membeli saham dengan fundamental yang lebih baik, tidak apa meskipun harganya sedikit lebih mahal selama harga tersebut tetap lebih rendah dari future value nya.

Senin, 30 Mei 2022

Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan4)

 Metode Lain yang Lebih Sederhana untuk Menentukan pada Harga Berapa Saham Dapat Dikatakan Murah ?

contoh :

ASII Rp 7.200 per saham,

LK Kuartal I 2014, harga terbilang mahal

tapi di LK periode berikutnya, jika memang kinerja perusahaan lebih baik, ekuitasnya naik, maka Rp 7200 mungkin bisa dikatakan murah karena PBV nya menjadi lebih rendah

jika pakai metode simpel, apakah kesimpulannya akan tetap sama ? ASII 7200 termasuk mahal ?

cara mengecek :

nilai saham ASII Kuartal ASII = Rp 2197 per saham

harga di pasar = 7200 per saham

maka PBV = 3.3 kali

Rumus PBV yang dianggap wajar :

1. Jika ROE 10%, maka PBV wajarnya adalah 1 kali

2. Jika ROE 20%, maka PBV wajar 2 kali

3. Jika ROE 30%, maka PBV wajar 3 kali

4. Jika ROE 40% bisa dikecualikan karena sangat jarang

ROE ASII = 21.2%

PBV wajar ASII = 2.1 kali

sekarang PBV ASII = 3.3 kali

jadi valuasi ASII saat ini terbilang mahal

PBV ASII harus dibawah 2.1 berarti harganya harus dikisaran 4500 atau dibawahnya, padahal pada tahun 2013 saat IHSG berada di titik terendah harga ASII hanya di kisaran 5000 an


Maka ada hal lain yang harus diperhatikan, 

Selain faktor PBV dan ROE ada juga faktor :

1. Nama besar dan reputasi perusahaan

2. Likuiditas sahamnya

Jadi jika ada dua saham dengan ROE yang sama, saham A memiliki nama besar dan sangat likuid, saham B tidak, valuasi saham A sudah selayaknya lebih tinggi dibanding saham B

karena semua orang lebih menyukai saham terkenal dan volume perdagangannya likuid, sehingga valuasi sahamnya tidak pernah terlalu rendah, setiap kali turun, ada investor yang menjual dalam jumlah besar, selalu ada investor lain yang membelinya dalam jumlah besar pula, sehingga harganya tidak turun lebih rendah lagi.

ASII memenuhi dua kriteria tersebut, terkenal, reputasi baik, sahamnya likuid, bahkan merupakan salah satu perusahaan paling terkenal di BEI, dan sahamnya juga salah satu yang paling likuid. Artinya ? valuasi bagi ASII tidak bisa disamakan dengan saham kebanyakan melainkan harus lebih tinggi.

bagi saham lain PBV wajar 2.1 kali jika ROE nya 21.2%, maka bagi ASII PBV wajar harus lebih tinggi, berapa ? tidak ada batasan 2.7 - 3.0 kali. Harga wajarnya berati 6000-6600. Maka beli pada harga murah jika dibawah 6600 atau bahkan di bawah 6000, apapun alasannya jangan beli di atas 6600, sederhana bukan ?

kesimpulannya tetap sama dengan cara "rumit" sebelumnya. 7200 masih mahal.

Selain itu beberapa orang menganggap dua saham dari dua sektor yang berbeda, maka standar valuasinya juga harus dibedakan. Tetapi menurut pengalaman penulis itu tidak berpengaruh.

Jadi ada saham-saham dengan PBV tinggi, tetapi harga tidak turun-turun, ROE nya tinggi, perusahaan-perusahaan ini terkenal, sahamnya likuid, PBV nya tinggi meskipun dalam kondisi pasar yang sedang terkoreksi. 

Ada faktor-faktor kualitatif seperti nama besar, kekuatan merks, valuasi sahamnya berbeda meskipun ROE nya sama. Contoh BBRI vs BBCA, BBRI PBV lebih rendah daripada BBCA, bahkan ketika ROE BBRI lebih tinggi, Bank BCA lebih terkenal dari sisi popularitas.


Sabtu, 28 Mei 2022

Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan3)

 Bagaimana Cara Mengecek Akurasi / Ketepatan dari Future Value Hasil Perhitungan ?


Bagimana kita bisa tahu bahwa angka Rp 5,400- Rp 6,000 benar-benar future value dari ASII ?

Hal ini tidak dapat dipastikan. Future Value merupakan angka yang subjektif (Rp 5,422 diperoleh dengan sumsi ROE 21.2% dengan jangka waktu 5 tahun, jika asumsi diubah, maka hasil perhitunganpun berbeda).

Yang terpenting bukanlah mengetahui nilai persis dari future value, kita tidak bisa melihat masa depan, kita hanya bisa memperkirakan.

Yang terpenting adalah kita bisa membeli saham pada harga jauh lebih rendah dari perkiraan future value nya.

Dalam hal ini kita mengetahui harga wajar dari suatu saham, kita akan mengetahuinya jika saham dijual pada harga yang jauh lebih tinggi atau lebih rendah.

Tindakan yang perlu kita lakukan dalam value investing adalah membeli saham pada harga yang lebih rendah dibanding perkiraan harga wajarnya, bukan berusaha mengetahui persisnya harga saham yang diincar.

Pada contoh ASII, perkiraan harga wajarnya adalah kurang lebih Rp 6000, hal ini sudah selaras dengan harga pada tahun-tahun sebelumnya, sahamnya selalu bergerak di rentang Rp 5100 - Rp 7800. Jadi kita mengusahakan membeli pada harga lebih rendah dari 6000. Jika harga ASII berada di level 7200 maka ada dua opsi:

1. Menunggu ASII turun harga

2. Mencari saham lain yang lebih murah

Bagaimana jika ASII tidak turun harga ? cari saham lain, jika hanya ingin ASII maka beli di harga saat ini namun gunakan sebagian dana. Jika ternyata ASII turun, kita beli dengan sisa dana, jika ASII naik gunakan sisa dana untuk membeli saham yang lain yang masih murah.

Bisa saja ASII akan tetap naik bertahun-tahun kemudian di masa yang akan datang, walau bagaimanapun juga untuk memaksimalkan keuntungan - tujuan dari value investing - sebaiknya kita membeli pada harga as low as possible, bisa saja suatu ketika IHSG turun, ASII turun ke harga wajar, saat itulah kita bisa membelinya.


Mengapa saham ASII bisa begitu mahal ? apakah jangan-jangan 7200 sudah harga wajarnya ?

hukum ekonomi klasik, permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga saham dalam jangka pendek sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya permintaan, jadi tidak selalu dipengaruhi oleh fundamental.

Misal ada sentimen positif, saham ASII tinggi, karena ada pemberitaan bahwa perusahaan akan bla bla bla, maka harganya pun akan terbang tinggi.

Sebaliknya ketika terjadi peristiwa gejolak politik atau ekonomi, investor nervous, permintaan saham-saham akan turun (termasuk ASII), maka harga saham anjlok.

Peristiwa naik turunnya harga akan terjadi setiap saat, tanpa henti, bergantung dari tinggi rendahnya permintaan dan penawaran. Ada kalanya harga saham terus naik hingga menjadi sangat mahal, ada kalanya harga saham terus turun hingga menjadi rendah aka murah.

Tetapi saham bukanlah sembako yang kita harus tetap beli meskipun harga mahal.


Kamis, 26 Mei 2022

Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan2)

 Cara Menghitung Future Value

Ada banyak metode untuk menentukan future value, namun cara sederhana yang biasa digunakan oleh penulis adalah dengan menggunakan pendekatan Return on Equity (ROE).

ROE adalah nilai laba bersih dalam setahun dibandingkan nilai aset bersih perusahaan.

Contoh :

Pada kuartal I 2014, ASII

laba bersih = Rp 4.7 Triliun

dikali 4 (kuartal) = Rp 18.9 Triliun

Aset bersih ASII = Rp 88.9 Triliun

maka ROE = 0,212 atau 21,2%


ROE seperti bunga bank. Katakanlah kita menabung deposito Rp 100 juta, jika bunga 5% per tahun maka di akhir tahun kita akan mendapat Rp 5 juta. Jika Rp 5 juta ini tidak dicairkan maka pada tahun kedua nilai deposito kita adalah Rp 105 juta + 5% dari Rp 105 juta = Rp 110,25 juta. Pada akhir tahun ketiga Rp 115.76 juta dan seterusnya


kembali pada contoh ASII

ROE = 0,212 atau 21,2%

maka nilai saham ASII pada akhir tahun 2014 adalah nilai saham/present value pada akhir tahun 2013 ditambah 21,2%

nilai saham ASII di akhir tahun 2013 = Rp 2.073 per saham

maka nilai saham ASII pada tahun 2014 = 2513

2015 = 3046

2016 = 3691

2017 = 4474

2018 = 5422 (inilah future value ASII)

Mengapa dihitung 5 tahun kedepan? karena jika dihitung 3 tahun saja maka akan terlalu kecil, jika dihitung 10 tahun ke depan maka akan terlalu besar

*faktor inflasi sudah termasuk

*faktor dividen diabaikan karena dividen akan diterima oleh investor


jika kita memegang ASII smapai lima tahun ke depan, dan nilai ASII benar-benar menjadi 5422, (jika tidak ada krisis dan IHSG tidak anjlok), harga dari saham ASII juga akan meningkat signifikan, karena jika present baluenya 5422, maka future value nya juga akan lebih besar lagi.


Lalu bagaimana kita bisa yakin ROE sekitar 20% tersebut akan mampu diraih oleh ASII secara konsisten, maka lihat juga track recordnya.

Melihat track record ROE sangat penting karena terkadang ada perusahaan dengan ROE  besar namun ternyata di tahun-tahun lain labanya kecil. Hal ini berarti kinerja perusahaan tidak konsisten. Jadi kita tidak bisa mengasumsikan bahwa perusahaan akan secara konsisten mencetak laba dalam lima tahun ke depan. Apalagi pada perusahaan yang belum mencetak laba. 

Jadi harga 7200 adalah mahal karena jauh lebih tinggi dari future value. Kalaupun future value ASII lebih tinggi dari 5422 (jika ROE lebih tinggi), rasa-rasanya kita tetap tidak bisa mengatakan bahwa future value akan mencapai Rp 7200 per saham.

Namun Jika kita mau optimis, katakanlah future value ASII Rp 6000, maka kita bisa membeli ASII pada harga Rp 6000 atau dibawahnya



Catatan Buku Value Investing Bab 4 (Lanjutan1) - Lebih lanjut tentang Future Value

 Lebih lanjut tentang Future Value


Masih pada contoh soal ASII:

*Dalam kaidah value investing, jika kita tidak bisa membeli ASII pada harga lebih rendah dari present value (PBV kurang dari 1x), maka kita harus tetap membelinya pada harga yang lebih rendah dari future value nya

*tidak semua saham memiliki future value. Saham memiliki future value jika terdapat asumsi yang kuat bahwa perusahaan akan menghasilkan keuntungan/laba bersih di masa yang akan datang, di mana laba akan terakumulai dan mengingkatkan nilai aset bersih perusahaan.

*cara melihat future value adalah dengan melihat track record kinerja di masa lalu. Track record pertumbuhan nilai aset bersih, pendapatan, dan laba bersih pada periode-periode sebelumnya.

Catatan :

1. Aset bersih/ekuitas adalah aset bersih di luar kepentingan non pengendali

2. Laba bersih adalah laba tahun berjalan (bukan laba komprehensif) yang diatribusikan untuk pemilik entitas induk, alias pemegang saham ASII. Jadi sudah dikurangi bagian untuk kepentingan non pengendali. Sebab kepentingan non pengendali ini bukan pemegang saham perusahaan. Sementara laba komprehensif menyertakan laba/rugi yang tidak nyata alias hanya bersifat pembukuan, seperti keuntungan derivatif, kerugian kurs, selisih laba karena pembukuan, dll.

Contoh kasus :

A. Pada tahun 2007, present value ASII adalah Rp 666 per saham. Jika seseorang membeli saham ASII pada tahun 2007 pada harga Rp 1.350 (PBV 2X), maka pada tahun 2011 dia akan balik modal dimana nilai ASII telah mencapai Rp 1.493 per saham, jadi sudah lebih besar dari saat membeli saham dulu, selain itu selama 4 tahun mendapatkan dividen dari ASII yang juga meningkat setiap tahunnya.

Jadi investor membeli saham pada harga dua kali lipat dibanding nilai aset bersih perusahaan, namun ASII memiliki future value, 

B. Lalu bagaimana jika seseorang akan membeli saham ASII pada harga saat ini  (Rp 7.200 per saham) ?

PBV 3,3X,  apakah itu cukup murah ?

Nilai ekuitas ASII saat ini = Rp 88.9 triliun

namun angka ini harus meningkat minimal 3.3 kali lipat dalam beberapa tahun ke depan (Rp 300 triliun), agar investasinya balik modal

Pertanyaannya, seberapa yakin kita bahwa nilai aset bersih ASII ini akan tumbuh hingga mencapai Rp 300 triliun ? terlepas dari dividen yang akan diterima, jika yakin pada pertumbuhan aset, maka berapa tahun yang diperlukan untuk menumbuhkan aset bersih hingga mencapai Rp 300 triliun ?

Jadi harga Rp 7200 bagi ASII terbilang mahal. Bahkan dengan PBV 3.3X sudah termasuk mahal.

Analogi mudah future value (halaman 60-63)