Yang aku tahu, asi eksklusif itu sangat penting untuk bayi baru lahir.
Maka secara naluri pada waktu itu seingatku yang aku ingin adalah aku ingin mengupayakan yang terbaik untuk anakku.
Aku ingin anakku mendapatkan asi eksklusif.
Tapi keinginan yang kuat saja tidak cukup, untuk sekedar ingin memberikan asi eksklusif pada anak sendiri saja ternyata banyak sekali tantangannya.
Asi eksklusif ini nutrisi sempurna untuk bayi baru lahir.
ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi dalam 6 bulan pertama.
Protein, lemak, vitamin, dan antibodi yang secara ajaib, kuasa dari Tuhan, dalam komposisi yang selalu pas otomatis menyesuaikan usia bayi.
Tapi disaat tubuh rasanya sangat lemah, karena baru saja mengandung 38 minggu, baru saja bayi itu dikeluarkan dari tubuh, gerak susah, ingin tidur miring susah, lemah, mau duduk saja perlu bantuan, dll, ada saja orang-orang yang sounding-sounding tentang pemberian nasi atau pisang jika bayi yang masih merah ini menangis.
Dengan kondisi tubuh selemah itu, jangankan membantah, rasanya sangat sulit mencerna omongan-omongan tentang pemberian makanan pada bayi baru lahir ini.
Kolostrum (ASI pertama yang kental dan kekuningan) kaya antibodi. Lagi-lagi bagiku ini adalah keajaiban dari Tuhan. Tubuh seorang ibu bisa mengeluarkan zat yang membantu melindungi bayi dari infeksi, diare, dan pneumonia.
Tapi ketahuilah banyak ibu tak kuasa membiarkan bayinya bisa mendapatkan ini atau mencegah kolostrum ini terbuang mubazir.
Maka ku usahakan mati-matian anakku harus dapat.
Ternyata rasanya beneran mati-matian.
Bagi ibu proses pemberian asi ini juga membantu pemulihan setelah melahirkan. Hormon oksitosin yang keluar saat menyusui membantu rahim berkontraksi dan mengurangi perdarahan.
Tapi di aku pada waktu itu, ada efek samping lain pasca melahirkan yang meskipun aku merasa sangat bahagia bisa memberikan asi secara langsung, ternyata ada tantangan lain yang harus aku hadapi.
Kepalaku pusing hebat sampai-sampai aku rasanya tidak bisa duduk.
Suatu ketika saat kupaksakan menyusui dengan sempurna duduk, aku muntah hebat sampai rasanya aku lemas tidak kuat, Bahkan muntahannya juga sampai kena ke anakku yang usianya baru dua hari.
Setelah itulah usahaku untuk memberikan asi eksklusif pada anakku jadi makin arrrgh, apa ya istilah yang tepat.
Karena aku masih sering muntah, orang-orang yang tidak tega menyarankan untuk memberikan susu formula saja pada anakku. Behh. Aku menolak.
Maka dengan segala hal yang tidak ku ketahui sebagai ibu baru, aku mencoba memberikan asi kepada anakku melalui dot. Aku pumping.
Wallahi, amat sangat tidak mudah dan sungguh saya benar-benar tidak tahu dan tidak ada yang memberi tahu kalau rasanya sungguh tidak nyaman.
Tapi daripada anakku nanti diberi sufor, pumping akan ku usahakan.
Sudah susah, gak nyaman, repot, badan masih gak karuan, tumpah lah susu hasil pumping itu.
Allahu akbar.
Kemudian nampaknya ditambah segala kerumitan ini, aku muntah-muntah lagi sampai tidak berdaya.
Aku tak kuasa melihat orang-orang disekitarku merembukkan tentang sufor apa yang akan diberikan pada anakku.
Dalam hati aku hanya bisa berkata, "Ya Allah aku harus segera kuat, setelah ini akan ku susui lagi anakku".
Alhamdulillah tidak lama setelah itu, aku lumayan sudah kuat dan tidak mengalami komplikasi muntah-muntah lagi sehingga diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit.
Namun ternyata pemberian sufor melalui dot saat aku muntah-muntah sampai tidak berdaya itu memberikan tantangan lebih-lebih lagi.
Ketahuilah ini ditulis saat sudah lebih dari 7 tahun lewat dan aku masih ingat betul stresnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar